SOSIOLINGUISTIK
Kajian Teori
Dan Analisis
OLEH
Wisnu Suharto Catur Wijaya
K1212074
Pendidikan Bahasa Dan Satra
Indonesia
FAKULTAS
KEGURUAN ILMU PENGETAHUAN
UNIVERSITAS
SEBELAS MARET
2012
SOSIOLINGUISTIK
DATA BUKU
Judul Buku : Sosiolinguistik: Kajian Teori dan Analisis
Nama Pengarang : Prof. Dr. I Dewa Putu Wijana, S.U., M.A. & Muhammad Rohmadi, S.S., M. Hum.
Tahun Terbit : 2006
Halaman : 246 HLM
Penerbit : Pustaka Pelajar
Kota Terbit : Yogyakarta
BAB
1
LINGUISTIK
DAN RANAH SOSIOLINGUISTIK
A.
Ranah
linguistik
Dalam makalah
yang singkat ini agaknya terlalu muskil untuk menguraikan perkembangan teori
linguistik dari awal hingga perkembangannya terakhir, di samping hal itu juga
di luar kemamampuan penulis. Akan tetapi, disini akan dikemukakan tiga macam
pendekatan yang sangat atau boleh di katakan paling penting dalam perkembangan
linguistk. Ketiga pendekatan itu adalah pendekatan linguistik(teoritis),
sosiolinguistik, dan pragmatik.
B.
Ranah
Sosiolinguistik
Menurut
pandangan sosiolinguistik, bahasa mengandung berbagai macam variasi sosial yang
tidak dapat dipecahkan oleh kerangka teori struktural, dan terlalu naif bila
variasi-variasi itu hanya disebut performansi. Tugas seorang sosiolinguis
adalah menerangjelaskan hubungan antara variasi-variasi bahasa itu dengan
faktor-faktor, baik secara situsional maupun implikasional. Menurut konsepsi
sosiolinguistik struktur masyarakat yang selalu bersifat heterogen
C.
Kontekstual
dalam Sosiolinguistik
Sosiolinguistik
memandang kedudukan bahasa dalam hubungannya dengan pemakaian bahasa di dalam
masyarakat, karena dalam kehidupan bermasyarakat manusia tidak lagi sebagai
individu tetapi sebagai masyarakat sosial. Oleh karena itu, segala sesuatu yang
di lakukan oleh manusia dalam bertutur akan selalu dipengaruhi oleh kondisi dan
situasi di sekitarnya.
Sebagaimana Dell Hymes
(1968) menandai terjadinya peristiwa tutur antara penutur dan mitra tutur
dipengaruhi oleh SPEAKING. Kedelapan
unsur tersebut adalah Setting,
Participant, End, Act, Key, Instrumen, Genre.
BAB 2
EKSPLANASI
SOSIOKULTURAL BAGI SEJUMLAH PERMASALAHAN KEBAHASAAN BAHASA INDONESIA
A.
Pendahuluan
Tulisan ini dikatakan
berbeda dengan karya-karya yang lain karena temuan yang lain lebih banyak
bersangkutan dengan sistem bahasa yang relasinya bersifat paradigmatik (in absentia).
Sementara itu,
tulisan ini akan menyoroti keduanya, baik yan berkaitan dengan masalah sistem
maupun struktur gramatika yang relasinya bersifat in presentia.
B.
Kajian
Teori
Ada 3 macam hubungan antara bahasa dengan
masyarakat penuturnya. Ketiga macam hubungan itu adalah :
1. stuktur
masyarakat memengaruhi bahasa.
2. struktur
bahasa memengaruhi struktur masyarakat.
3. struktur
bahasa dan masyarakat saling memengaruhi.
Sejumlah hal
masalah masalah gramatika memerlukan penjelasan yang berdimensi
sosiolinguistis. Penjelasan bersifat linguistis belaka dalam hal ini sering
akan terkendala oleh batas-batas yang bersifat sinkronis. Sebaliknya dengan
prinsip uniformasinya, eksplanasi sosiolinguistik senantiasa membuka peluang
bagi penjelasan yang bersifat diakronis dan sejenisnya.
C.
Beberapa
Permasalahan
permasalahan
permasalahan-permasalahan gramatika yang akan di kemukakan di sini meliputi :
1. klitika
–nya
2. morfonemik
me(N)- dengan dasar kata asing
3. kendala
seleksi afiks me(N)- yang menyatakan ‘menjadi’
4. kata
majemuk berstruktur beku
5. penataan
wacana
D.
Catatan
Penutup
Gramatika yang mengatur
sistematika sebuah bahasa tidak semata berdimensi linguistik, tetapi sering
berdimensi sosiokultural. Tentu saja untuk dapat menemukan lebih banyak sesuatu
tentang bahasa, linguis harus pula banyak tahu mengenai dimensi sosiokultural
dan dimensi lain masyarakat yang memiliki bahasa itu.
BAB
3
KEBIJAKAN
BAHASA DAN DINAMIKA BAHASA-BAHASA DAERAH DI INDONESIA
A.
Pengantar
Pemerintah
indonesia menunjuk seperti pusat pembinaan bahasa di indonesia untuk membina
dan mengembangkan bahasa atau bahasa-bahasa yang ada di suatu negara untuk
menjaga kelangsungan hidup suatu bahasa. Pemerintah juga menetapkan bahasa
indonesia sebagai bahasa resmi indonesia. Dengan kebijakan ini bahasa indonesia
sebagai pemersatu berbagai etnis di indonesia. Tetapi pemerintah harus serius
membina dan mengembangkan bahasa-bahasa daerah agar tidak punah.
B.
Diglosia
Dan Kebocoran Diglosia
Diglosia adalah
situasi pemakaian bahasa yang stabil karena setiap bahasa diberi keleluasaan
untuk menjalankan fungsi kemasyarakatannya secara proprosional. Orang-orang
yang hidup di masyarakat diglosia memandang diglosia bukan sebagai masalah.
Tetapi kebijakan di indonesia yang di permasalahkan karena implementasi dalam
kebijakannya lebih berpihak pada peningkatan peranan bahasa indonesia sebagai
bahasa persatuan, sedangkan pengembangan dan pembinaan bahasa-bahasa daerah
belum atau bahkan tidak mendapatkan porsi yang memadai, dan terkesan dilakukan
sambil lalu.
Kebocoran
diglosia mulai terlihat awal tahun 1970-an sebagai awal rezim orde baru dengan
doktrin-doktrinnya yang mengagung-agungkan persatuan, kesatuan, stabilitas,
keseragaman, dsb. Oleh karena itu kebocoran diglosia tak terelakkan lagi dan
sejumlah bahasa daerah kian menuju ambang kepunahan jauh hari sebelum sempat di
deskripsikan.
C.
Dominasi
Dan Subordinasi Bahasa
Setiap bahasa
sebenarnya berpotensi untuk menjadi bahasa dunia. Hanya saja tergantung dari
lingkungan sosial politik, atau lebih tepatnya pada relasi kekuasaan.
Mackey(1973) dalam teori geolinguistiknya mengungkapkan bahwa kekuatan bahasa
dapat diukur dengan sejumlah faktor, di antaranya adalah demografi, persebaran
, ekonomi, ideologi, dan kultural.
Dengan indikator
di atas kita dapat menentukan dominasi dan subordinasi antara bahasa inggris,
indonesia, dan daerah. Bahasa inggris memiliki dominasi paling tinggi karena
semakin banyak orang dan menguasai bahasa ini. bahasa indonesia mendominasi
pemakaian bahasa-bahasa daerah karena faktor ideologis mengharuskan menguasai
bahasa nasional ini. dan semakin banyak saja generasi muda meninggalkan bahasa
ibunya.
D.
Globalisasi
Bahasa-Bahasa Daerah
Negara harus di
bangun berdasarkan berbagai keragaman termasuk di dalamnya keragaman etnik,
bahasa, budaya, dsb. Tentu saja dengan tidak mengesampingkan nilai-nilai
persatuan. Dari kepentingan teori linguistik sendiri hilangnya bahasa-bahasa daerah
juga merupakan kerugian yang sangat besar mengingat bahasa-bahasa itu seringkali menyimpan kekhasan. bencana berupa
kepunahan bahasa-bahasa nusantara dapat di tanggulangi dengan cara pemberian
keleluasaan bagi golongan minoritas untuk mengembangkan dan menggunakan
bahasanya, serta membina dan mengembangkan bahasa-bahasa daerah itu.
E.
Catatan
Penutup
Program otonomi yang dicanangkan
di berbagai daerah sebagai wujud pelaksaan sistem desentralisasi pada masa
reformasi sekarang ini sehingga membuka kesempatan yang cukup luas bagi
pemerintahhanya, termasuk pula potensi budaya daerahnya. Salah satunya adalah
keleluasaan dalam mengembangkan program pengembangan bahasa daerahnya.
BAB
4
MASYARAKAT
TUTUR
A.
Batasan
Masyarakat Tutur
Masyarakat tutur
adalah sekelompok orang dalam lingkungan luas atau sempit yang berinteraksi
dengan bahasa tertentu yang dapat dibedakan dengan masyarakat tutur lain atas
dasar perbedaan bahasa yang bersifat signifikan. Masyarakat tutur ini
dipengaruhi oleh kepribadian, status sosial, asal daerah, umur, jenis kelamin,
tingkat keakraban, latar belakang keagamaan, dan sebagainya.
B.
Penutur
Berkompenten Dan Penutur Partisipatif
Dalam sebuah
masyarakat tutur dapat dibedakan dua jenis penutur yakni penuntur berkompenten
dan penutur partisipatif. Penutur berkompenten adalah penutur yang benar-benar
mampu menggunakan bahasa dalam berbagai tindak komunikasi. Seorang penutur
berkompetensi memiliki :
1. pengetahuan
gramatika dan kosa kata suatu bahasa
2. pengetahuan
kaidah-kaidah bahasa
3. pengetahuan
bagaimana menggunakan dan merespons tipe-tipe tindak tutur yang berbeda-beda.
4. Pengetahuan
tentang bagaimana berbicara sewajarnya.
C.
Gegar
Budaya dan Anekdot Verbal Penutur Partisipatif
Gegar budaya (cultur shock) lazim dialami oleh
orang-orang yang baru berkenalan atau bersentuhan dengan masyarakat baru.
Semakin jauh perbedaan budaya seseorang dengan budaya baru yang dimasukinya
semakin banyak pula gegar budaya yang di alaminya. contohnya penutur-penutur
bahasa inggris juga sering membuat anekdot verbal yang tak kalah lucunya bila
baru pertama kali datang ke indonesia. Untuk membeli sebuah air besar mereka
sering mengucapkan i want to buy a big
water. Mereka tidak menyadari bahwa dalam bahasa indonesia ada idiom air besar yang bermakna ‘tinja,hajat’.
D.
Catatan
Penutup
Sikap dan pandangan hidup seseorang
atau kelompok masyarakat tercermin dalam berbagai aspek kehidupan, salah satu
di antaranya adalah bahasa, seperti tergambar dari berbagai anekdot-anekdot
verbal di atas. Kenyataan ini menyarankan bahwa dalam era mendatang studi
bahasa bersama masyarakat tuturnya tetap memegang peranan yang sentral di dalam
menggalang kerja sama yang harmonis guna mendukung kemajuan bidang kehidupan
yang lain.
BAB 5
PERMAINAN BAHASA DALAM
MASYARAKAT MULTILINGUAL
A.
Pengantar
Situasi
kebahasaan indonesia lambat laun tapi pasti akan berubah dari diglosia (daerah,
indonesia) menjadi trilogsia (daerah, indonesia, inggris) bahkan bisa menjadi
pluriglogsia (daerah, indonesia, inggris dan bahasa asing seperti perancis, mandarin,
dll). Adanya berbagai kesamaan situasi kebahasaan di berbagai belahan dunia
membawa kita ke kesimpulan bahwa dewasa ini bilingual ( hidup dengan dua bahasa
atau lebih) adalah normal, dan monolingual(hidup dengan satu bahasa) adalah
perkecualian.
B.
Permainan
Bahasa
permainan bahasa
adalah ekspolitasi unsur (elemen) bahasa seperti bunyi, suku kata, bagian kata,
kata, frase, kalima, dan wacana sebagai pembawa makna atau amanat (maksud)
tuturan sedekimian rupa sehingga elemen itu secara gramatik, semantik, maupun
pragmatis akan hadir tidak seperti semestinya. Permainan bahasa yang di
sengajakan akan menimbulkan guyonan (joke),
sedangkan yang tidak disengaja akan akan memunculkan humor.
· Jenis-jenis permainan
bahasa dalam situasi multilingual di indonesia
Secara
garis besar ada dua jenis permainan bahasa yaitu pemainan intra bahasa (intralingual pun) dan permainan antar
bahasa(interlingual pun).
i)
Permainan
intra bahasa
Fenomena paling
umum di jumpai dalam permainan intrabahasa adalah permainan bahasa antar-dialek.
Dalam konstelasi sosiolinguistik sudah lazim sebuah dialek suatu bahasa
dipandang memiliki kedudukan yang lebih rendah di banding variaan standarnya. Misalnya
orang banyumas menyebut monumen jogja
kembali sebagai yogya balik maning
ii)
Permainan
antarbahasa
Tidak
memungkinkannya sebuah negara atau bangsa di era globalisasi ini hidup
menyendiri tanpa harus berhubungan dengan negara atau bangsa lain secara
langsung mengakibatkan harus mengakibatkan berkontaknya alat komunikasi mereka.
Dengan demikian, saling proses mempengaruhi. Misalnya di indonesia dapat
ditemui permainan bahasa yamg melibatkan bahasa asing seperti inggris,
perancis, arab, dll. Cotohnya: Tak kasih murah>takashimura ‘nama restaurant’
C.
Catatan
Penutup
Ada dua fenomena penting yang dapat dicatat
dalam hubunganya dengan permainan bahasa dalam situasi multikultural dan
multilingual. Fenomena pertama adalah fenomena yang bersifat lingual atau
ekstralingual. Fenomena yang kedua menunjukan adanya kenyataan bahwa
penutur-penutur bahasa atau dialek secara sosial dan kultural tidaklah sama,
dalam hal ini bahasa ada yang penuturnya secara sosial, ekonomi atau politik.
BAB
6
PEMERTAHAN
DIALEK BANYUMAS TERHADAP DOMINASI DIALEK SOLO-YOGYA
A.
Relativitas
Bahasa
Kesadaran akan relativitas bahasa
ini pandangan-pandangan etnosentris yang
menganggap budaya sendiri lebih unggul dari budaya orang lain akan dapat
dihindari. Bila bahasa jawa solo-yogya dikatakan penuh dengan nilai sopan
santun lantaran keberanekaagaman undha usuk (speech
level)-nya, maka kesederhanaan tingkat tuturnya dialek banyumas harus
diakui sebagai cermin solidaritas dan kesetaraan yang menjauhkan segi-segi
negatif budaya.
B.
Dialek
Banyumas dan Dialek Solo-Yogya
Dialek banyumas memiliki keunggulan
daripada dialek solo-yogya dalam hal menutup kata-katanya dengan bunyi bersuara
dan tidak bersuara. Tersubordinasinya suatu bahasa oleh bahasa lain sebenarnya
bukanlah alasan-alasan yang bersifat linguistik, tetapi sebagian besar kaena
alasan sosial. Pemusnahan bahasa adalah cara yang paling berbahaya karena akan
memusnahkan etnis penutur bahasa bersangkutan. Jalan yang paling tepat ialah
mengkondisikan sedemikian rupa sehingga bahasa Jawa stándar dan
dialek-dialeknya hidup bersama-sama secara damai dalam situasi multidialektal
yang stabil.
C.
Bahasa
Indonesia, Bahasa Daerah, dan Dialek-Dialeknya
Bahasa nasional
indonesia adalah lambang semangat kebangsaan, alat penyatuan berbagai
masyarakat yang berbeda budaya, suku,etnis,agama. Tetapi bahasa-bahasa daerah
harus tetap dipelihara kaena merupakan bagian dari kebudayaan nasional yang
hendak dipersatukan.
D.
Pemertahanan
Bahasa
Pemeliharaan sebuah bahasa tidak
cukup hanya dengan usaha mendeskripsikan sistem kebahasaan dan wilayah
pemakaiannya, seperti yang telah dilakukan oleh para ahli bahasa selama ini.
E.
Kebanggaan
Berbahasa
Kebanggaan berbahasa (linguistic pride), di samping kesadaran
akan norma (awareness of norm) dan
loyalitas bahasa (language loyality),
merupakan faktor yang amat penting bagi keberhasilan usaha pemertahanan sebuah
bahasa dalam menghadapi tekanan-tekanan eksternal dari masyarakat pemilik
bahasa yang lebih dominan yang secara ekonomis dan politis memiliki pengaruh
yang lebih besar.
F.
Pengajaran
Dialek Banyumas
generasi muda tidak
lagi mahir menggunakan bahasa ibunya, atau karena pretise beralih ke bahasa
jawa standar, Solo-Yogya. Pandangan keliru ini harus dihilangkan dengan
menyadarkan orang tua bahwa pembelajaran dua bahasa tidak akan menimbulkan
masalah. Justru orang bilingual lebih toleran di banding rekan-rekannya yang
monolingual.
BAB
7
SANDI
DALAM BAHASA JAWA DAN BAHASA BALI
A.
Pengantar
Bahasa bali dan bahasa jawa adalah dua bahasa yang
secara genetik sekerabat. Kedua bahasa ini termasuk ke dalam rumpun bahasa
ausronesia, sebagai bahasa yang serumpung dilihat dari leksikkonnya kedua
bahasa ini berbagi menunjukan berbagai korenspondensi fonologis.
Contoh pada
tabel di bawah ini :
Bahasa bali
|
Bahasa jawa
|
Makna
|
Teke
|
tekO
|
‘datang’
|
daar
|
Dahar
|
‘makan’
|
luUng
|
luhUng
|
‘bagus’
|
Lime
|
limO
|
‘lima’
|
Pindo
|
Pendo
|
‘dua kali’
|
Persandian atau lebih ringkasnya disebut sandi adalah
proses berubahnya dua buah bunyi menjadi bunyi lain akibat pertemuan keduanya
dalam sebuah kata
B.
Kajian
Pustaka
Uchlenbeck (1982, 79-80) menyebut
peristiwa sandi (luar) yang terjadi dalam bahasa Jawa dengan kontraksi vokal,
misalnya perubahan vokal yang terjadi pada proses morfofonemik kalEn ‘sungai
kecil’ dari {kali} plus {-an}. Hampir semua usah pendeskripsian sistem morfonemik
bahasa jawa hanya membicarakan bentuk dasar dan afiks-afiksnya sebagai akibat
pertemuan satun-satuan lingual itu.
C.
Landasan
Teori
menurut Samsuri(1983,
30) dalam teori bunyi bahasa dikenal adanya dua premis penting. Premis pertama
mengatakan bahwa bunyi-bunyi bahasa cenderung bersifat simetris. Dengan prinsip
ini dapat di buktikan bahwa bila dalam sebuah bahasa terdapat hambat bilabal,
alveolar, palatal, dan velar. Maka hampir dapat di pastikan bahwa dalam bahasa
itu akan di temui nasal-nasal yang sama. Premis kedua mengemukakan bahwa
bunyi-bunyi bahasa cenderung di pengaruhi oleh lingkungannya. Adanya premis
kedua ini mengakibatkan kemungkinan perubahan sebuah bunyi karena bunyi yang di
dekatnya. Perubahan ini dapat bersifat total maupun parsial.
D.
Metode
Penelitian ini
menggabungkan dua macam pendekatan, yakni pendekatan sikronis dan diakronis.
E.
Jenis-Jenis
Sandi
Sandi dalam
bahasa jawa dan bali dibedakan menjadi dua kriteria. Kriteria pertama adalah
berdasarkan artikulasinya. Sedangkan kriteria yang kedua adalah berdasarkan
distribusi atau tempatnya. Berdasarkan artikulasinya dapat dibedakan menjadi
dua yakni sandi naik dan sandi turun. Sedangkan berdasarkan
distribusinya dapat di identifikasikan adanya sandi luar dan sandi dalam.
F.
Keberadaan
Sandi Dalam Bahasa Bali Dan Jawa
persamaan dan
perbedaan sandi dalam dua bahasa ini:
1
Dalam bahasa jawa dan
bali terdapat sandi dalam. Dalam bahasa bali dan jawa ada yang bersifat
sinkronik dan diakronik.
2
Bahasa bali hanya
mengenal sandi luar turun yang bersifat diakronik. Sementara bahasa jawa
mengenal sandi luar turun dan naik.
G.
Beberapa
Penyimpangan
Dari pengamatan
yang telah dilakukan ternyata proses persandian sering tidak muncul pada
beberapa kata misalnya kata kemajon
‘modernisasi’, kayunen ‘terlalu cantik’. Dalam hubungan ini agaknya ‘benturan
homonim’ merupakan faktor penyebabnya.
H.
Kesimpulan
Dari situ maka dapat di
ambil kesimpulan bahwa walaupun bahasa secara sinkronis dan diakronis memiliki
berbagai macam persandian (sandi naik dan sandi turun serta sandi dalam dan
sandi luar) kedua bahasa cenderung sama-sama menyederhanakan kaidah
persandiannya.
BAB
8
MAKIAN
DALAM BAHASA INDONESIA : STUDI TENTANG BENTUK DAN REFERENSINYA
A.
Pengantar
Ekspresi dengan makian adalah alat
pembebasan dari segala bentuk dan situasi yang tidak mengenakan walaupun tidak
menolak adanya fakta pemakaian makian yang secara pragmatis untuk mengungkapkan
pujian, keheranan, dan menciptakan suasana pembicaraan yang akrab.
B.
Metode
Data primer
penelitian ini di peroleh lewat penyimakan kamus
besar bahasa indonesia tahun 2001 cetakan 1 edisi III terbitan Balai
Pustaka, terutama kata-kata berlabel kasar.
C.
Bentuk-Bentuk
Makian dalam Bahasa Indonesia
Secara sintaksis bentuk makian dalam bahasa indonesia menduduki
klausa bukan inti yang berdistribusi mendahului klausa intinya. Bentuk- bentuk
kebahasaan ini secara formal dapat dibedakan menjadi dua jenis, yakni makian
berbentuk kata dan makian berbentuk frase(kelompok kata).
D.
Referensi
Makian Bahasa Indonesia
Dilihat dari rerensinya sistem makian dalam bahasa indonesia
dapat digolongkan menjadi menjadi bermacam-macam, yakni keadaan, binatang,
bagian tubuh, benda-benda, kekerabatan, makhluk halus, aktivitas, profesi, dan
seruan.
E.
Catatan
Penutup
Bentuk-bentuk makian adalah sarana kebahasaan yang di butuhkan
oleh penutur untuk mengekspresikan ketidaksenangan dan mereaksi berbagai fenomena
yang nenimbulkan perasan seperti itu.
BAB 9
TIGA JENIS KONVENSI DALAM ANEKDOT-ANEKDOT RUBRIK
“PENGALAMANKU”
A.
Pendahuluan
Tiga
jenis konvensi dalam anekdot-anekdot rubrik ”Pengalamanku” ialah konvensi
bahasa, konvensi humor, dan konvensi budaya. Anekdot yang dijadikan bahan
analisis tulisan in adalah anekdot yang terdapat dalam rubrik ”Pengalamanku”
yang termuat dalam majalah berbahasa jawa “Djaka Lodang”
B.
Konvensi
Bahasa, Konvensi Humor, Konvensi Budaya
Karena berdasarkan pengamatan anekdot memiliki perbedaan dengan
karya sastra, khusunya dalam hal pemanfaatan aspek bahasa sebagai sistem
sastra, maka dalam hal ini dipandang perlu sedikit memodifikasi sistem konversi
yang dikemukakan Teeuw menjadi konvensi bahasa, konvensi humor, dan konvensi
budaya.
C.
Catatan
Penutup
Keterkaitan
antara konvensi bahasa dan konvensi budaya semakin mengukuhkan keyakinan bahwa
pemahaman terhadap aspek-aspek kebahasaan memprasyaratkan pemahaman terhadap
aspek budaya.
BAB 10 BUDAYA MENULIS DAN PELUANG “HIDUP” TULISAN DI
MEDIA
A.
Peluang
Profesi Penulis Sangat Menjanjikan
Yang
terpeting sekarang untuk menulis adalah belajar, berkreasi, berekspresi, secara
inovatif untuk mendapatkan pengalaman baik di kampus maupun diluar kampus
secara maksimal.
B. Rendahnya Tradisi
Menulis
Beberapa
faktor utama yang menyebabkan kemandulan dalam proses kreatif para mahasiswa
dan remaja dalam dunia tulis menulis. Faktor pertama adalah mahasiswa kurang
mencintai dunia tulis menulis. Faktor kedua adalah kurangnya bekal dan
pelatihan penulisan atau jurnalistik bagi mahasiswa. Latihan menulis adalah
salah satu jalan cepat dan efektif untuk menjadi seorang penulis yang sukses.
Faktor ketiga, mahasiswa kurang merespons kegiatan tulis-menulis yang dapat
mendukung keprofesionalan sebagai sarjana plus pada saat lulus kuliah nanti.
C. Menulis dari Media
Kampus Ke Media Cetak
Tidak
ada kata terlambat bagi para calon penulis yang belum melatih proses kreatifnya
sejak awal. Proses kreatif menulis ini dapat dimulai dari bangku kuliah yaitu
mulai dari penulisan makalah, karya tulis, naskah-naskah, teater, puisi-puisi,
dan resensi buku-buku bermutu sebagai edisi yang terbaru.
D. Keuntungan Menjadi
Penulis
Menghargai
proses adalah satu kebanggaan tersendiri bagi seorang penulis. Keuntungan
menjadi seorang penulis yang tampak secara nyata dalam kehidupan kita adalah
sebagai berikut :
1.
Mendapat honorarium yang sangat
menarik dari tulisan-tulisan kita dimuat di media massa atau media cetak.
2.
Kita memiliki kebanggaan pribadi
karena tulisan kita dapat muat disalah satu media massa cetak baik lokal maupun
nasional sehingga, nama kita, ide kita dapat dibaca dan diketahui oleh semua
masyarakat baik pratisi, akademi, klien kita.
3.
Nama kita akan dikenal oleh para
akademisi, praktisi media masa cetak redaktur dan para editor penerbitan.
E. Kiat-Kiat Menulis di
Media Massa Cetak.
Menulis di media cetak susah-susah gampang. Yang terpenting
adalah saat memulai menulis. Namun usaha yang perlu di lakukan adalah mencoba
dan mencoba. Jangan pernah takut dan menyerah.
BAB 11
KARAKTERISTIK WACANA RUBRIK “WONG SOLO NGUDARASA”
SOLO POS
A. Pengantar
Wujud konkret fungsi bahasa sebagai alat komunikasi dalam surat
kabar dipakai dalam penulisan headline,
reportase, artikel, opini, rubrik, kolom, tajuk rencana/editorial, surat
pembaca, tulisan pojok, dan sebagainya.
B. Karakteristik Rubrik
“Wong Solo Ngudarasa” Solopos
RWSNS adalah satu kolom yang terdapat pada surat kabar Solopos sebagai wahana penyampaian
tanggapan(ngudarasa)-nya “wong” Solo tentang berbagai permasalahan
yang sedang aktual di kota Solo. RWSNS di buat oleh penulis untuk mengangkat isu/topik
permasalahan yang beraneka ragam meliputi isu ekonomi, budaya, politik, sosial
dll.
Media yang digunakan adalah media surat kabar maka mau tidak mau
harus menggunakan aturan jurnalistik, yaitu menggunakan ragam bahasa yang
singkat, jelas, sederhana, dan menarik. Untuk melancarkan kebahasaan RWSNS juga
menggunakan sarana kebahasaan agar pesan tersampaikan kepada pembaca. Sarana
yang dimanfaatkan adalah pemanfaatan informal, pemanfaatan bentuk-bentuk
singkatan, dan pemanfaatan situsasional.
C. Pemanfaatan Unsur-Unsur
Kebahasaan dalam “Wong Ngudarasa Solopos”
Menurut pengamatan peneliti tuturan pada RWSNS termasuk ragam
bahasa yang lengkap. Kesimpulan itu didasarkan pada tuturan-tuturan RWSNS yang
memanfaatkan berbagai unsur kebahasaan seperti penulisan dan ejaan, kosa
kata(baik bentuk dan jenis), pembentukan kata, pembentukan frase, pembentukan
kalimat dan terbentuk satu wacana. RWSNS memanfaatkan berbagai bentuk
singkatan, sebagai bentuk akronim dalam bahasa indonesia.
D. Tujuan Tuturan Sebagai
Aspek Situasi Tutur RWSNS
Tujuan tutur RWSNS berkaitan erat dengan fungsi bahasa.
Berdasarkan pengamatan peneliti tujuan dari tuturan RWSNS adalah sebagai
berikut :
1.
Tuturan RWSNS berfungsi
untuk menyampaikan ide, gagasan dan harapan kepada semua pihak yang berhubungan
dengan segala topik permasalahan.
2.
Tuturan pada RWSNS berungsi
untuk menyindir,mengkritik,dan memberi saran kepada pembaca.
E. Penutup
Kesimpulan yang diperoleh peneliti dalam analisis adalah sebagai
berikut :
Pemakaian bahasa
indonesia dalam RWSNS adalah pemakaian bahasa yang singkat dan jelas. Pemakaian
bahasa indonesia dalam RWSNS memanfaatkan berbagai sarana kebahasaan, antara
lain :
a.
Pemanfaatan ragam
informal.
b.
Pemanfaatan unsur-unsur
kebahasaan.
c.
Pemanfaatan
situasional/konteks.