Wednesday, September 18, 2013

ringkasan SOSIOLINGUISTIK : Kajian Teori Dan Analisis

SOSIOLINGUISTIK
Kajian Teori Dan Analisis











OLEH
Wisnu Suharto Catur Wijaya
K1212074
Pendidikan Bahasa Dan Satra Indonesia

                           
FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENGETAHUAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2012
SOSIOLINGUISTIK
DATA BUKU

Judul Buku            : Sosiolinguistik: Kajian Teori dan Analisis
Nama Pengarang   : Prof. Dr. I Dewa Putu Wijana, S.U., M.A. & Muhammad         Rohmadi, S.S., M. Hum.
Tahun Terbit          : 2006
Halaman                : 246 HLM
Penerbit                 : Pustaka Pelajar
Kota Terbit            : Yogyakarta


















BAB 1
LINGUISTIK DAN RANAH SOSIOLINGUISTIK
A.      Ranah linguistik
Dalam makalah yang singkat ini agaknya terlalu muskil untuk menguraikan perkembangan teori linguistik dari awal hingga perkembangannya terakhir, di samping hal itu juga di luar kemamampuan penulis. Akan tetapi, disini akan dikemukakan tiga macam pendekatan yang sangat atau boleh di katakan paling penting dalam perkembangan linguistk. Ketiga pendekatan itu adalah pendekatan linguistik(teoritis), sosiolinguistik, dan pragmatik.
B.       Ranah Sosiolinguistik
Menurut pandangan sosiolinguistik, bahasa mengandung berbagai macam variasi sosial yang tidak dapat dipecahkan oleh kerangka teori struktural, dan terlalu naif bila variasi-variasi itu hanya disebut performansi. Tugas seorang sosiolinguis adalah menerangjelaskan hubungan antara variasi-variasi bahasa itu dengan faktor-faktor, baik secara situsional maupun implikasional. Menurut konsepsi sosiolinguistik struktur masyarakat yang selalu bersifat heterogen
C.      Kontekstual dalam Sosiolinguistik
Sosiolinguistik memandang kedudukan bahasa dalam hubungannya dengan pemakaian bahasa di dalam masyarakat, karena dalam kehidupan bermasyarakat manusia tidak lagi sebagai individu tetapi sebagai masyarakat sosial. Oleh karena itu, segala sesuatu yang di lakukan oleh manusia dalam bertutur akan selalu dipengaruhi oleh kondisi dan situasi di sekitarnya.
Sebagaimana Dell Hymes (1968) menandai terjadinya peristiwa tutur antara penutur dan mitra tutur dipengaruhi oleh SPEAKING. Kedelapan unsur tersebut adalah Setting, Participant, End, Act, Key, Instrumen, Genre.







BAB 2
EKSPLANASI SOSIOKULTURAL BAGI SEJUMLAH PERMASALAHAN KEBAHASAAN BAHASA INDONESIA
A.    Pendahuluan
Tulisan ini dikatakan berbeda dengan karya-karya yang lain karena temuan yang lain lebih banyak bersangkutan dengan sistem bahasa yang relasinya bersifat paradigmatik (in absentia).
Sementara itu, tulisan ini akan menyoroti keduanya, baik yan berkaitan dengan masalah sistem maupun struktur gramatika yang relasinya bersifat in presentia.
B.     Kajian Teori
Ada 3  macam hubungan antara bahasa dengan masyarakat penuturnya. Ketiga macam hubungan itu adalah :
1.      stuktur masyarakat memengaruhi bahasa.
2.      struktur bahasa memengaruhi struktur masyarakat.
3.      struktur bahasa dan masyarakat saling memengaruhi.

Sejumlah hal masalah masalah gramatika memerlukan penjelasan yang berdimensi sosiolinguistis. Penjelasan bersifat linguistis belaka dalam hal ini sering akan terkendala oleh batas-batas yang bersifat sinkronis. Sebaliknya dengan prinsip uniformasinya, eksplanasi sosiolinguistik senantiasa membuka peluang bagi penjelasan yang bersifat diakronis dan sejenisnya.
C.    Beberapa Permasalahan
permasalahan permasalahan-permasalahan gramatika yang akan di kemukakan di sini meliputi :
1.      klitika –nya
2.      morfonemik me(N)- dengan dasar kata asing
3.      kendala seleksi afiks me(N)- yang menyatakan ‘menjadi’
4.      kata majemuk berstruktur beku
5.      penataan wacana
D.    Catatan Penutup
Gramatika yang mengatur sistematika sebuah bahasa tidak semata berdimensi linguistik, tetapi sering berdimensi sosiokultural. Tentu saja untuk dapat menemukan lebih banyak sesuatu tentang bahasa, linguis harus pula banyak tahu mengenai dimensi sosiokultural dan dimensi lain masyarakat yang memiliki bahasa itu.

BAB 3
KEBIJAKAN BAHASA DAN DINAMIKA BAHASA-BAHASA DAERAH DI INDONESIA
A.    Pengantar
Pemerintah indonesia menunjuk seperti pusat pembinaan bahasa di indonesia untuk membina dan mengembangkan bahasa atau bahasa-bahasa yang ada di suatu negara untuk menjaga kelangsungan hidup suatu bahasa. Pemerintah juga menetapkan bahasa indonesia sebagai bahasa resmi indonesia. Dengan kebijakan ini bahasa indonesia sebagai pemersatu berbagai etnis di indonesia. Tetapi pemerintah harus serius membina dan mengembangkan bahasa-bahasa daerah agar tidak punah.
B.     Diglosia Dan Kebocoran Diglosia
Diglosia adalah situasi pemakaian bahasa yang stabil karena setiap bahasa diberi keleluasaan untuk menjalankan fungsi kemasyarakatannya secara proprosional. Orang-orang yang hidup di masyarakat diglosia memandang diglosia bukan sebagai masalah. Tetapi kebijakan di indonesia yang di permasalahkan karena implementasi dalam kebijakannya lebih berpihak pada peningkatan peranan bahasa indonesia sebagai bahasa persatuan, sedangkan pengembangan dan pembinaan bahasa-bahasa daerah belum atau bahkan tidak mendapatkan porsi yang memadai, dan terkesan dilakukan sambil lalu.
Kebocoran diglosia mulai terlihat awal tahun 1970-an sebagai awal rezim orde baru dengan doktrin-doktrinnya yang mengagung-agungkan persatuan, kesatuan, stabilitas, keseragaman, dsb. Oleh karena itu kebocoran diglosia tak terelakkan lagi dan sejumlah bahasa daerah kian menuju ambang kepunahan jauh hari sebelum sempat di deskripsikan.
C.    Dominasi Dan Subordinasi Bahasa
Setiap bahasa sebenarnya berpotensi untuk menjadi bahasa dunia. Hanya saja tergantung dari lingkungan sosial politik, atau lebih tepatnya pada relasi kekuasaan. Mackey(1973) dalam teori geolinguistiknya mengungkapkan bahwa kekuatan bahasa dapat diukur dengan sejumlah faktor, di antaranya adalah demografi, persebaran , ekonomi, ideologi, dan kultural.
Dengan indikator di atas kita dapat menentukan dominasi dan subordinasi antara bahasa inggris, indonesia, dan daerah. Bahasa inggris memiliki dominasi paling tinggi karena semakin banyak orang dan menguasai bahasa ini. bahasa indonesia mendominasi pemakaian bahasa-bahasa daerah karena faktor ideologis mengharuskan menguasai bahasa nasional ini. dan semakin banyak saja generasi muda meninggalkan bahasa ibunya.

D.    Globalisasi Bahasa-Bahasa Daerah
Negara harus di bangun berdasarkan berbagai keragaman termasuk di dalamnya keragaman etnik, bahasa, budaya, dsb. Tentu saja dengan tidak mengesampingkan nilai-nilai persatuan. Dari kepentingan teori linguistik sendiri hilangnya bahasa-bahasa daerah juga merupakan kerugian yang sangat besar mengingat bahasa-bahasa itu  seringkali menyimpan kekhasan. bencana berupa kepunahan bahasa-bahasa nusantara dapat di tanggulangi dengan cara pemberian keleluasaan bagi golongan minoritas untuk mengembangkan dan menggunakan bahasanya, serta membina dan mengembangkan bahasa-bahasa daerah itu.
E.     Catatan Penutup
Program otonomi yang dicanangkan di berbagai daerah sebagai wujud pelaksaan sistem desentralisasi pada masa reformasi sekarang ini sehingga membuka kesempatan yang cukup luas bagi pemerintahhanya, termasuk pula potensi budaya daerahnya. Salah satunya adalah keleluasaan dalam mengembangkan program pengembangan bahasa daerahnya.















BAB 4
MASYARAKAT TUTUR
A.    Batasan Masyarakat Tutur
Masyarakat tutur adalah sekelompok orang dalam lingkungan luas atau sempit yang berinteraksi dengan bahasa tertentu yang dapat dibedakan dengan masyarakat tutur lain atas dasar perbedaan bahasa yang bersifat signifikan. Masyarakat tutur ini dipengaruhi oleh kepribadian, status sosial, asal daerah, umur, jenis kelamin, tingkat keakraban, latar belakang keagamaan, dan sebagainya.
B.     Penutur Berkompenten Dan Penutur Partisipatif
Dalam sebuah masyarakat tutur dapat dibedakan dua jenis penutur yakni penuntur berkompenten dan penutur partisipatif. Penutur berkompenten adalah penutur yang benar-benar mampu menggunakan bahasa dalam berbagai tindak komunikasi. Seorang penutur berkompetensi memiliki :
1.      pengetahuan gramatika dan kosa kata suatu bahasa
2.      pengetahuan kaidah-kaidah bahasa
3.      pengetahuan bagaimana menggunakan dan merespons tipe-tipe tindak tutur yang berbeda-beda.
4.      Pengetahuan tentang bagaimana berbicara sewajarnya.
C.    Gegar Budaya dan Anekdot Verbal Penutur Partisipatif
Gegar budaya (cultur shock) lazim dialami oleh orang-orang yang baru berkenalan atau bersentuhan dengan masyarakat baru. Semakin jauh perbedaan budaya seseorang dengan budaya baru yang dimasukinya semakin banyak pula gegar budaya yang di alaminya. contohnya penutur-penutur bahasa inggris juga sering membuat anekdot verbal yang tak kalah lucunya bila baru pertama kali datang ke indonesia. Untuk membeli sebuah air besar mereka sering mengucapkan i want to buy a big water. Mereka tidak menyadari bahwa dalam bahasa indonesia ada idiom air besar yang bermakna ‘tinja,hajat’.
D.    Catatan Penutup
Sikap dan pandangan hidup seseorang atau kelompok masyarakat tercermin dalam berbagai aspek kehidupan, salah satu di antaranya adalah bahasa, seperti tergambar dari berbagai anekdot-anekdot verbal di atas. Kenyataan ini menyarankan bahwa dalam era mendatang studi bahasa bersama masyarakat tuturnya tetap memegang peranan yang sentral di dalam menggalang kerja sama yang harmonis guna mendukung kemajuan bidang kehidupan yang lain.


BAB 5
PERMAINAN BAHASA DALAM MASYARAKAT MULTILINGUAL
A.    Pengantar
Situasi kebahasaan indonesia lambat laun tapi pasti akan berubah dari diglosia (daerah, indonesia) menjadi trilogsia (daerah, indonesia, inggris) bahkan bisa menjadi pluriglogsia (daerah, indonesia, inggris dan bahasa asing seperti perancis, mandarin, dll). Adanya berbagai kesamaan situasi kebahasaan di berbagai belahan dunia membawa kita ke kesimpulan bahwa dewasa ini bilingual ( hidup dengan dua bahasa atau lebih) adalah normal, dan monolingual(hidup dengan satu bahasa) adalah perkecualian.
B.     Permainan Bahasa
permainan bahasa adalah ekspolitasi unsur (elemen) bahasa seperti bunyi, suku kata, bagian kata, kata, frase, kalima, dan wacana sebagai pembawa makna atau amanat (maksud) tuturan sedekimian rupa sehingga elemen itu secara gramatik, semantik, maupun pragmatis akan hadir tidak seperti semestinya. Permainan bahasa yang di sengajakan akan menimbulkan guyonan (joke), sedangkan yang tidak disengaja akan akan memunculkan humor.
·      Jenis-jenis permainan bahasa dalam situasi multilingual di indonesia
Secara garis besar ada dua jenis permainan bahasa yaitu pemainan intra bahasa (intralingual pun) dan permainan antar bahasa(interlingual pun).
i)        Permainan intra bahasa
Fenomena paling umum di jumpai dalam permainan intrabahasa adalah permainan bahasa antar-dialek. Dalam konstelasi sosiolinguistik sudah lazim sebuah dialek suatu bahasa dipandang memiliki kedudukan yang lebih rendah di banding variaan standarnya. Misalnya orang banyumas menyebut monumen jogja kembali sebagai yogya balik maning
ii)      Permainan antarbahasa
Tidak memungkinkannya sebuah negara atau bangsa di era globalisasi ini hidup menyendiri tanpa harus berhubungan dengan negara atau bangsa lain secara langsung mengakibatkan harus mengakibatkan berkontaknya alat komunikasi mereka. Dengan demikian, saling proses mempengaruhi. Misalnya di indonesia dapat ditemui permainan bahasa yamg melibatkan bahasa asing seperti inggris, perancis, arab, dll. Cotohnya: Tak kasih murah>takashimura ‘nama restaurant’
C.    Catatan Penutup
Ada dua fenomena penting yang dapat dicatat dalam hubunganya dengan permainan bahasa dalam situasi multikultural dan multilingual. Fenomena pertama adalah fenomena yang bersifat lingual atau ekstralingual. Fenomena yang kedua menunjukan adanya kenyataan bahwa penutur-penutur bahasa atau dialek secara sosial dan kultural tidaklah sama, dalam hal ini bahasa ada yang penuturnya secara sosial, ekonomi atau politik.



















BAB 6
PEMERTAHAN DIALEK BANYUMAS TERHADAP DOMINASI DIALEK SOLO-YOGYA
A.    Relativitas Bahasa
Kesadaran akan relativitas bahasa ini  pandangan-pandangan etnosentris yang menganggap budaya sendiri lebih unggul dari budaya orang lain akan dapat dihindari. Bila bahasa jawa solo-yogya dikatakan penuh dengan nilai sopan santun lantaran keberanekaagaman undha usuk (speech level)-nya, maka kesederhanaan tingkat tuturnya dialek banyumas harus diakui sebagai cermin solidaritas dan kesetaraan yang menjauhkan segi-segi negatif budaya.
B.     Dialek Banyumas dan Dialek Solo-Yogya
Dialek banyumas memiliki keunggulan daripada dialek solo-yogya dalam hal menutup kata-katanya dengan bunyi bersuara dan tidak bersuara. Tersubordinasinya suatu bahasa oleh bahasa lain sebenarnya bukanlah alasan-alasan yang bersifat linguistik, tetapi sebagian besar kaena alasan sosial. Pemusnahan bahasa adalah cara yang paling berbahaya karena akan memusnahkan etnis penutur bahasa bersangkutan. Jalan yang paling tepat ialah mengkondisikan sedemikian rupa sehingga bahasa Jawa stándar dan dialek-dialeknya hidup bersama-sama secara damai dalam situasi multidialektal yang stabil.
C.    Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah, dan Dialek-Dialeknya
Bahasa nasional indonesia adalah lambang semangat kebangsaan, alat penyatuan berbagai masyarakat yang berbeda budaya, suku,etnis,agama. Tetapi bahasa-bahasa daerah harus tetap dipelihara kaena merupakan bagian dari kebudayaan nasional yang hendak dipersatukan.
D.    Pemertahanan Bahasa
Pemeliharaan sebuah bahasa tidak cukup hanya dengan usaha mendeskripsikan sistem kebahasaan dan wilayah pemakaiannya, seperti yang telah dilakukan oleh para ahli bahasa selama ini.
E.     Kebanggaan Berbahasa
Kebanggaan berbahasa (linguistic pride), di samping kesadaran akan norma (awareness of norm) dan loyalitas bahasa (language loyality), merupakan faktor yang amat penting bagi keberhasilan usaha pemertahanan sebuah bahasa dalam menghadapi tekanan-tekanan eksternal dari masyarakat pemilik bahasa yang lebih dominan yang secara ekonomis dan politis memiliki pengaruh yang lebih besar.


F.     Pengajaran Dialek Banyumas
generasi muda tidak lagi mahir menggunakan bahasa ibunya, atau karena pretise beralih ke bahasa jawa standar, Solo-Yogya. Pandangan keliru ini harus dihilangkan dengan menyadarkan orang tua bahwa pembelajaran dua bahasa tidak akan menimbulkan masalah. Justru orang bilingual lebih toleran di banding rekan-rekannya yang monolingual.



















BAB 7
SANDI DALAM BAHASA JAWA DAN BAHASA BALI
A.    Pengantar
Bahasa bali dan bahasa jawa adalah dua bahasa yang secara genetik sekerabat. Kedua bahasa ini termasuk ke dalam rumpun bahasa ausronesia, sebagai bahasa yang serumpung dilihat dari leksikkonnya kedua bahasa ini berbagi menunjukan berbagai korenspondensi fonologis.
Contoh pada tabel di bawah ini :
Bahasa bali
Bahasa jawa
Makna
Teke
tekO
‘datang’
daar
Dahar
‘makan’
luUng
luhUng
‘bagus’
Lime        
limO
‘lima’
Pindo
Pendo
‘dua kali’
Persandian atau lebih ringkasnya disebut sandi adalah proses berubahnya dua buah bunyi menjadi bunyi lain akibat pertemuan keduanya dalam sebuah kata
B.     Kajian Pustaka
Uchlenbeck (1982, 79-80) menyebut peristiwa sandi (luar) yang terjadi dalam bahasa Jawa dengan kontraksi vokal, misalnya perubahan vokal yang terjadi pada proses morfofonemik kalEn ‘sungai kecil’ dari {kali} plus {-an}. Hampir semua usah pendeskripsian sistem morfonemik bahasa jawa hanya membicarakan bentuk dasar dan afiks-afiksnya sebagai akibat pertemuan satun-satuan lingual itu.
C.    Landasan Teori
menurut Samsuri(1983, 30) dalam teori bunyi bahasa dikenal adanya dua premis penting. Premis pertama mengatakan bahwa bunyi-bunyi bahasa cenderung bersifat simetris. Dengan prinsip ini dapat di buktikan bahwa bila dalam sebuah bahasa terdapat hambat bilabal, alveolar, palatal, dan velar. Maka hampir dapat di pastikan bahwa dalam bahasa itu akan di temui nasal-nasal yang sama. Premis kedua mengemukakan bahwa bunyi-bunyi bahasa cenderung di pengaruhi oleh lingkungannya. Adanya premis kedua ini mengakibatkan kemungkinan perubahan sebuah bunyi karena bunyi yang di dekatnya. Perubahan ini dapat bersifat total maupun parsial.
D.    Metode
Penelitian ini menggabungkan dua macam pendekatan, yakni pendekatan sikronis dan diakronis.


E.     Jenis-Jenis Sandi
Sandi dalam bahasa jawa dan bali dibedakan menjadi dua kriteria. Kriteria pertama adalah berdasarkan artikulasinya. Sedangkan kriteria yang kedua adalah berdasarkan distribusi atau tempatnya. Berdasarkan artikulasinya dapat dibedakan menjadi dua yakni sandi naik dan sandi turun. Sedangkan berdasarkan distribusinya dapat di identifikasikan adanya sandi luar dan sandi dalam.
F.     Keberadaan Sandi Dalam Bahasa Bali Dan Jawa
persamaan dan perbedaan sandi dalam dua bahasa ini:
1        Dalam bahasa jawa dan bali terdapat sandi dalam. Dalam bahasa bali dan jawa ada yang bersifat sinkronik dan diakronik.
2        Bahasa bali hanya mengenal sandi luar turun yang bersifat diakronik. Sementara bahasa jawa mengenal sandi luar turun dan naik.
G.    Beberapa Penyimpangan
Dari pengamatan yang telah dilakukan ternyata proses persandian sering tidak muncul pada beberapa kata misalnya kata kemajon ‘modernisasi’, kayunen ‘terlalu cantik’. Dalam hubungan ini agaknya ‘benturan homonim’ merupakan faktor penyebabnya.
H.    Kesimpulan
Dari situ maka dapat di ambil kesimpulan bahwa walaupun bahasa secara sinkronis dan diakronis memiliki berbagai macam persandian (sandi naik dan sandi turun serta sandi dalam dan sandi luar) kedua bahasa cenderung sama-sama menyederhanakan kaidah persandiannya.










BAB 8
MAKIAN DALAM BAHASA INDONESIA : STUDI TENTANG BENTUK DAN REFERENSINYA
A.    Pengantar
Ekspresi dengan makian adalah alat pembebasan dari segala bentuk dan situasi yang tidak mengenakan walaupun tidak menolak adanya fakta pemakaian makian yang secara pragmatis untuk mengungkapkan pujian, keheranan, dan menciptakan suasana pembicaraan yang akrab.
B.     Metode
Data primer penelitian ini di peroleh lewat penyimakan kamus besar bahasa indonesia tahun 2001 cetakan 1 edisi III terbitan Balai Pustaka, terutama kata-kata berlabel kasar.
C.    Bentuk-Bentuk Makian dalam Bahasa Indonesia
     Secara sintaksis bentuk makian dalam bahasa indonesia menduduki klausa bukan inti yang berdistribusi mendahului klausa intinya. Bentuk- bentuk kebahasaan ini secara formal dapat dibedakan menjadi dua jenis, yakni makian berbentuk kata dan makian berbentuk frase(kelompok kata).
D.    Referensi Makian Bahasa Indonesia
     Dilihat dari rerensinya sistem makian dalam bahasa indonesia dapat digolongkan menjadi menjadi bermacam-macam, yakni keadaan, binatang, bagian tubuh, benda-benda, kekerabatan, makhluk halus, aktivitas, profesi, dan seruan.
E.     Catatan Penutup
     Bentuk-bentuk makian adalah sarana kebahasaan yang di butuhkan oleh penutur untuk mengekspresikan ketidaksenangan dan mereaksi berbagai fenomena yang nenimbulkan perasan seperti itu.







BAB 9
TIGA JENIS KONVENSI DALAM ANEKDOT-ANEKDOT RUBRIK “PENGALAMANKU”
A.    Pendahuluan
     Tiga jenis konvensi dalam anekdot-anekdot rubrik ”Pengalamanku” ialah konvensi bahasa, konvensi humor, dan konvensi budaya. Anekdot yang dijadikan bahan analisis tulisan in adalah anekdot yang terdapat dalam rubrik ”Pengalamanku” yang termuat dalam majalah berbahasa jawa “Djaka Lodang”
B.     Konvensi Bahasa, Konvensi Humor, Konvensi Budaya
     Karena berdasarkan pengamatan anekdot memiliki perbedaan dengan karya sastra, khusunya dalam hal pemanfaatan aspek bahasa sebagai sistem sastra, maka dalam hal ini dipandang perlu sedikit memodifikasi sistem konversi yang dikemukakan Teeuw menjadi konvensi bahasa, konvensi humor, dan konvensi budaya.
C.    Catatan Penutup
     Keterkaitan antara konvensi bahasa dan konvensi budaya semakin mengukuhkan keyakinan bahwa pemahaman terhadap aspek-aspek kebahasaan memprasyaratkan pemahaman terhadap aspek budaya.












BAB 10 BUDAYA MENULIS DAN PELUANG “HIDUP” TULISAN DI MEDIA
A.      Peluang Profesi Penulis Sangat Menjanjikan
     Yang terpeting sekarang untuk menulis adalah belajar, berkreasi, berekspresi, secara inovatif untuk mendapatkan pengalaman baik di kampus maupun diluar kampus secara maksimal.
B.       Rendahnya Tradisi Menulis
     Beberapa faktor utama yang menyebabkan kemandulan dalam proses kreatif para mahasiswa dan remaja dalam dunia tulis menulis. Faktor pertama adalah mahasiswa kurang mencintai dunia tulis menulis. Faktor kedua adalah kurangnya bekal dan pelatihan penulisan atau jurnalistik bagi mahasiswa. Latihan menulis adalah salah satu jalan cepat dan efektif untuk menjadi seorang penulis yang sukses. Faktor ketiga, mahasiswa kurang merespons kegiatan tulis-menulis yang dapat mendukung keprofesionalan sebagai sarjana plus pada saat lulus kuliah nanti.
C.      Menulis dari Media Kampus Ke Media Cetak
     Tidak ada kata terlambat bagi para calon penulis yang belum melatih proses kreatifnya sejak awal. Proses kreatif menulis ini dapat dimulai dari bangku kuliah yaitu mulai dari penulisan makalah, karya tulis, naskah-naskah, teater, puisi-puisi, dan resensi buku-buku bermutu sebagai edisi yang terbaru.
D.      Keuntungan Menjadi Penulis
     Menghargai proses adalah satu kebanggaan tersendiri bagi seorang penulis. Keuntungan menjadi seorang penulis yang tampak secara nyata dalam kehidupan kita adalah sebagai berikut :
1.      Mendapat honorarium yang sangat menarik dari tulisan-tulisan kita dimuat di media massa atau media cetak.
2.      Kita memiliki kebanggaan pribadi karena tulisan kita dapat muat disalah satu media massa cetak baik lokal maupun nasional sehingga, nama kita, ide kita dapat dibaca dan diketahui oleh semua masyarakat baik pratisi, akademi, klien kita.
3.      Nama kita akan dikenal oleh para akademisi, praktisi media masa cetak redaktur dan para editor penerbitan.
E.       Kiat-Kiat Menulis di Media Massa Cetak.
     Menulis di media cetak susah-susah gampang. Yang terpenting adalah saat memulai menulis. Namun usaha yang perlu di lakukan adalah mencoba dan mencoba. Jangan pernah takut dan menyerah.


BAB 11
KARAKTERISTIK WACANA RUBRIK “WONG SOLO NGUDARASA” SOLO POS
A.    Pengantar
     Wujud konkret fungsi bahasa sebagai alat komunikasi dalam surat kabar dipakai dalam penulisan headline, reportase, artikel, opini, rubrik, kolom, tajuk rencana/editorial, surat pembaca, tulisan pojok, dan sebagainya.
B.     Karakteristik Rubrik “Wong Solo Ngudarasa” Solopos
     RWSNS adalah satu kolom yang terdapat pada surat kabar Solopos sebagai wahana penyampaian tanggapan(ngudarasa)-nya “wong” Solo tentang berbagai permasalahan yang sedang aktual di kota Solo. RWSNS di buat oleh penulis untuk mengangkat isu/topik permasalahan yang beraneka ragam meliputi isu ekonomi, budaya, politik, sosial dll.
     Media yang digunakan adalah media surat kabar maka mau tidak mau harus menggunakan aturan jurnalistik, yaitu menggunakan ragam bahasa yang singkat, jelas, sederhana, dan menarik. Untuk melancarkan kebahasaan RWSNS juga menggunakan sarana kebahasaan agar pesan tersampaikan kepada pembaca. Sarana yang dimanfaatkan adalah pemanfaatan informal, pemanfaatan bentuk-bentuk singkatan, dan pemanfaatan situsasional.
C.    Pemanfaatan Unsur-Unsur Kebahasaan dalam “Wong Ngudarasa Solopos”
     Menurut pengamatan peneliti tuturan pada RWSNS termasuk ragam bahasa yang lengkap. Kesimpulan itu didasarkan pada tuturan-tuturan RWSNS yang memanfaatkan berbagai unsur kebahasaan seperti penulisan dan ejaan, kosa kata(baik bentuk dan jenis), pembentukan kata, pembentukan frase, pembentukan kalimat dan terbentuk satu wacana. RWSNS memanfaatkan berbagai bentuk singkatan, sebagai bentuk akronim dalam bahasa indonesia.
D.    Tujuan Tuturan Sebagai Aspek Situasi Tutur RWSNS
     Tujuan tutur RWSNS berkaitan erat dengan fungsi bahasa. Berdasarkan pengamatan peneliti tujuan dari tuturan RWSNS adalah sebagai berikut :
1.      Tuturan RWSNS berfungsi untuk menyampaikan ide, gagasan dan harapan kepada semua pihak yang berhubungan dengan segala topik permasalahan.
2.      Tuturan pada RWSNS berungsi untuk menyindir,mengkritik,dan memberi saran kepada pembaca.


E.     Penutup
     Kesimpulan yang diperoleh peneliti dalam analisis adalah sebagai berikut :
Pemakaian bahasa indonesia dalam RWSNS adalah pemakaian bahasa yang singkat dan jelas. Pemakaian bahasa indonesia dalam RWSNS memanfaatkan berbagai sarana kebahasaan, antara lain :
a.       Pemanfaatan ragam informal.
b.      Pemanfaatan unsur-unsur kebahasaan.
c.       Pemanfaatan situasional/konteks.
Baca Selengkapnyaringkasan SOSIOLINGUISTIK : Kajian Teori Dan Analisis